Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Belajar Bersama

Belajar Bersama

Sabtu, 19 Agustus 2017

Sunan Kalijaga Bertemu dengan Sang Guru


Artikel  ini meripakan lanjutan kisah dari Sunan KaliJaga, Setelah di usir dari Kadipaten Tuban Sunan Kalijaga berkelana tanoa tujuan hingga akhirnya bertemu dengan Sunan Bonang.

Raden Said (Sunan Kalijaga) yang di usir oleh orang tuanya itu kini terus berjalan dan berjalan mengembara pada akhirnya sampai di sebuah hutan Jati Wangi.Di Hutan itulah beliau memutuskan untuk tinggal dan meneruskan kegiatannya untuk merampok para hartawan yang kikir dan hasil rampokannya tidak dimakan atau untuk besenang-senang, melainkan dibagi-bagikan kepada fakir miskin di desa sekitar hutan itu.

Suatu waktu saat melaksanakan kegiatannya, Raden Said melihat seorang lelaki tua berjubah putih sedang berjalan dengan tongkat, tapi tongkat tersebut dalam penglihatan Raden Said bukan tongkat biasa, Raden Said melihat tongkat tersebut berkilauan dari jauh. Dalan hati Raden Said berkeyakinan bahwa tongkat tersebut pasti terbuat dari emas.

Setelah orang berjubah putih itu semakin dekat jalannya, dengan kepandaian ilmu silatnya Raden Said melompat menghalangi perjalanannya seraya berkata : ‘Hai tua bangka...kalau engkau masih sayang nyawamu, serahkanlah tongkat itu kepadaku’.

Orang berjubah putih itu tersenyum arif dan ramah, dengan suara lembut dia berkata :’Anak Muda ...,bergunakah tongkat ini bagimu, sehingga engkau nampaknya sungguh-sunguh memintanya ?
‘Tentu saja berguna bagiku ‘ sahut Raden Said
‘Untuk apa semuda dirimu akan menggunakan tongkat..?’ tanya orang berjubah putih.
‘Hai orang tua jangan banyak berbelit, cepat serahkan tongkatmu yang bergagang emas itu, agar dapat segera kujual dan uangnya kubagi-bagikan pada fakir miskin’ sahut Raden Said geram.
Mendengar kata-kata Raden Said itu, orang berjubah putih alias Sunan Bonang tadi berkata : ‘Niatmu memang baik sekali, engkau hendak menolong orang-orang fakir miskin, tetapi sayang sekali jalan yang engkau tempuh sangat bertentangan dengan kebaikan niatmu sendiri. Kalau benar engkau ingin menolong fakir miskin, janganlah besedekah dari hasil yang haram. Karena ALLAH tidak akan menerima sedekah seseorang dari hasil yang haram, maka sia-sialah amal kebaikanmu itu.

Tetapi nasehat tersebut tidak didengar oleh Raden Said, yang  mata hati dan angan-angannya sudah terpaku oleh gemerlapnya emas,  Karena itulah tiba-tiba saja Raden Said segera merebut tongkat tadi dan Sunan Bonang pun terjatuh tersungkur ke tanah. Dengan penuh perhatian Raden Said mengamati tongkat itu. Gagang tongkat yang tadinya nampak terbuat dari emas, ternyata berubah sebagaimana aslinya yaitu hanya tongkat kayu biasa.Pelan-pelan Sunan Bonang bangun dari tempatnya terjatuh dan dibantu oleh Raden Said. Raden Said yang masih tertegun dengan tongkat itu, tiba-tiba berkata :’ jangan khawatir pak tua, ini tongkatmu aku kembalikan’.

‘Saya tidak  menangisi tongkat yang engkau ambil itu, tetapi lihatlah digenggaman tanganku ini terdapat makhluq ALLAH yang tak bersalah berupa rumput.Kata Sunan Bonang sambil menunjukkan rumput dalam genggamannya. Aku menyesal dan merasa berdosa, tanpa sengaja berbuat dholim karena tercabut ini dengan sia-sia, kecuali kuperuntukkan makanan ternak, akan terbebas dari dosa’.

Rupa-rupanya Raden Said mulai menyadari, dia sudah mendengarkan ucapan-ucapan Sunan Bonang dengan menundukkan kepala.
‘Kenapa engkau berlaku sekejam ini terhadap sesama ?’ tanya Sunan Bonang.
‘Maafkan aku pak tua, semua ini kulakukan karena menginginkan harta dan kubagi-bagikan kepada fakir miskin Sahut Raden Said.
Kalau benar-benar demikian keinginanmu, itulah harta halal dan ambillah semuanya..Ujar Sunan Bonang , sambil menunjuk buah aren di dekatnya.Seketika itu juga batang, daun dan buah aren tadi berubah menjadi emas, semuanya nampak gemerlapan keemas-emasan.Melihat kejadian itu Raden Said tercengang, kemudian mendekati dan memanjatnya. Baru sampai di pertengahan dia memanjat, tiba-tiba buah-buah aren yang berwujud emas itupun berguguran mengenai kepalanya. Raden Said pun terjatuh dan tak sadarkan diri.

Sesaat setelah Raden Said tak sadarkan diri dari pingsannya barulah mengerti bahwa orang berjubah putih yang baru saja dihadapi itu bukanlah manusia sembarangan, pasti orang berilmu tinggi dari golongan ulama’ atau Waliyullah.Saat itu pula Raden Said berubah ingin berguru kepadanya. Pandangannya dibuang ke sekitar tempat itu, namun orang tua yang berjubah putih tadi sudah tidak tampak lagi.Maka saat itulah Raden Said segera bangkit dan kebingungan berusaha untuk mencari dimana orang itu berada. Tak lama kemudian dari kejauhan nampaklah orang berjubah putih tadi dalam keadaan berjalan dengan tenangnya.

Dengan susah payah, Raden Said berusaha menyusul Sunan Bonang, dan baru dapat menyusul Sunan Bonang ketika sampai di tepian sungai.Dihadapan Sunan Bonang Raden Said bertekuk lutut seraya memohon maaf dan menyatakan ingin menjadi muridnya.Menjadi muridku..? Tanya Sunan Bonang. Apa yang kau harapkan dariku..? Apakah engkau hanya ingin belajar membuat emas..?, ‘Tidak .. saya benar-benar ingin belajar dan memperdalam ilmu-ilmu agama kepada  Tuan’ Jawab Raden Said.
‘Baiklah kalau engkau memaksa dan sungguh-sungguh, Syarat pertama adalah menunggu tongkat ini hingga aku kembali’ kata Sunan Bonang sambil menancapkan tongkatnya di tepi sungai itu.

Raden Said menyatakan kesanggupannya, dan Sunan Bonang pun melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa bulan kemudian Sunang Bonang terlupa kepada Raden Said yang sedang menunggu tongkatnya di tepi sungai itu. Dan pada suatu saat Sunan Bonang baru teringat kembali kepada orang yang sedang diberi tugas untuk menunggu tongkatnya. Maka Sunan Bonang pun ingin segera menemui Raden Said dan apakah masih tetap setia menunggu tongkat tersebut.

Sunan Bonang pun tiba, sambil terkejut menyaksikan hal yang tak pernah disangka-sangkanya itu. Ternyata Raden Said benar-benar setia menunggu tongkatnya. Karena sudah berbulan-bulan, bahkan ada yang mengatakan bertahun-tahun Raden Said duduk bersila seperti bersemedi, sampai banyak akar belukar yang menjalari ke seluruh tubuhnya.

Setelah dibangunkan oleh Sunan Bonang, Raden Said terbangun, kemudian Raden Said diajak ke Tuban tempat tinggal Sunan Bonang. Disanalah Raden Said mulai belajar berbagai macam ilmu pengetauhan agama yang dibimbing langsung oleh Sunan Bonang, dengan kesungguhan yang didorong keluhuran cita-citanya, akhirnya Raden Said dapat mewarisi seluruh ilmu dari Sunan Bonang.

Setelah selesai belajar di Sunan Bonang, Raden Said meneruskan belajarnya ke Sunan Ampel tentu atas saran dari Sunan Bonang dan dilanjutkan lagi belajar kepada Syaikh Sutabaris di Palembang. Di itu juga asal muasal dari sebutan Sunan Kalijaga yang diartikan Penjaga Kali atau Sungai.
Next artikel ialah Peninggalan-peninggalan Sunan KaliJaga ,,see you


Selasa, 15 Agustus 2017

Sunan Kalijaga Terusir Dari Kadipaten


 Sunan Kalijaga Terusir Dari Kadipaten

Artikel berikut merupakan lanjutan kisah dari Sunan Kalijaga dari artikel sebelumya,
Sunan Kalijaga Diusir Oleh Orang Tuanya.Malam-malam berikutnya sebagaimana biasanya Raden Said tetap melaksanakan kegiatannya mengambil barang-barang gudang untuk dibagikan kepada fakir dan miskin.

Penjaga gudang kadipaten menjadi terkejut dan heran, setelah mengetauhi barang-barang yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan Majapahit setiap hari semakin,berkurang padahal tidak pernah diambil. Penjaga gudang tersebut berpendapat, mungkin ada pencuri yang tidak diketauhi masuk gudang itu. Akan melaporkan kejadian itu kepada sang adipati, dia masih berpikir dua kali..jangan jangan dia sendiri yang malah tertudu sebagai pencurinya, karena tidak ada bukti pencuriannya.

Pada suatu malam dengan sengaja penjaga gudang mengintai dari kejauhan untuk mengetauhi siapa gerangan pencurinya, sangat terkejut sekali penjaga gudang itu setelah tahu bahwa yang mencuri adalah putra dari Adipati sendiri yaitu Raden Said (Sunan Kalijaga).Mula-mula penjaga gudang itu merasa kebingungan, tetapi apa boleh buat dari pada dia sendiri yang kena hukuman dari adipati, maka terpaksa dia bersama kawan-kawannya menangkap Raden Said.

Raden Said beserta barang-barang bukti yang dibawanya dihadapkan kepada Adipati. Tentu saja Adipati sangat marah melihat anaknya mencoreng-coreng nama keluarga dengan perbuatan yang tidak semestinya dilakukan. Raden Said mendapat hukuman, di kedua tangannya dicambuk dengan rotan sebanyak seratus kali.Setelah bebas dari hukuman, Raden Said masih juga belum kapok, dilanjutkan kegiatannya itu diluar lingkungan istana kadipaten. Beliau berpakaian serba hitam dan memakai topeng khusus di wajahnya, lalu merampok orang-orang kaya di kadipaten yang menjadi incarannya, terutama orang kaya bakhil dan para pejabat yang curang.

Hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada fakir miskin dan tidak seberapa lama berjalan, akhirnya kegiatan Raden Said diketauhi oleh seorang pimpinan perampok lain. Maka pimpinan perampok itu pun meniru Raden Said dalam berpakaian serba hitam dan bertopeng yang persis milik Raden Said
Pada suatu malam terdengar jeritan para penduduk yang rumahnya didatangi kawanan perampok. Mendengar suara jeritan itu, dengan cepat Raden Said meloncat mendatangi tempat kejadian tersebut, yang maksudnya hendak menolong. Melihat kedatangan Raden Said dengan bertopeng itu, Kawanan perampok segera bertebaran melarikan diri.

Ketika Raden Said mendobrak pintu sebuah rumah, di satu kamar nampak seseorang berpakaian seperti dirinya dan bertopeng yang serupa sedang mengenakan pakaiannya kembali. Rupanya baru saja ia selesai memperkosa seorang gadis di dalam kamar itu. Sebelum Raden Said bergerak untuk menangkapnya, pimpinan kawanan perampok yang  menyamar itupun sudah lebih dulu kabur. Saat itu pula para pemuda dari kampung lain mengepung rumah tersebut dan gadis yang di perkosa perampok tadi telah bangkit dan kemudian memegang tangan Raden Said dengan eratnya. Raden Said yang sedang kebingungan itu ditangkap oleh pemuda dan dibawa ke rumah kepala desa setempat. Kepala Desa mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tetapi orang yang ditangkap itu sama sekali tidak menjawab sepatah kata pun, kepala desa kesal dibuatnya dan dengan marah sambil membuka topeng di wajah orang itu.

Saat diketauhi siapa orang yang berada dibalik topeng tersebut, kepala desa tiba” menjadi binggung karena terkejut dan tidak percaya, ternyata perampok itu adalah Raden Said putra adipati junjungannya sendiri. Seketika itu pula masyarakat menjadi ribut, karena perampok dan pemerkosa itu putra Adipatinya sendiri.Kepala desa merasa serba salah, terpaksa menutup-nutupi cela junjungannya. Tanpa diketauhi masyarakat kepala desa itu membawa Raden Said ke istana kadipaten.
Mengetauhi hal itu, Adipati menjadi lebih sangat marah kepada Raden Said anaknya sendiri. Tanpa dipikir lebih jauh lagi, Raden Said di usir dari wilayah Kadipaten Tuban.

Dikatakan bahwa Raden Said telah mengotori nama baik keluarganya sendiri. Dan tidak boleh kembali ke istana kadipaten tuban sebelum dapat menggetarkan dinding-dinding istana kadipaten dengan ayat-ayat AL-Quran yang sering dibacanya.
Mendengar kata-kata orang tuanya, Raden Said hatinya menjadi hancur luluh karena harus menerima akibat yang tak pernah disangka-sangka. Dengan wajah menunduk Raden Said meninggalkan istana Kadipaten Tuban pergi mengembara tanpa arah dan tujuan.
Di artikel selanjutnya  masih seputar Raden Said (Sunan Kalijaga) yang bertemu dengan Sunan Bonang.  See You <>



Rabu, 14 September 2016

Sunan Kalijaga


 
Artikel kali ini adalah Kisah Wali Sanga , yaitu kisah-kisah dari Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga  Mempunyai nama asli Raden Said atau Jaka Setiya, demikianlah Buku Babat Tanah Jawa telah menyebutkannya.

Raden Said adalah seorang putra Adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatika. Adapun menurut catatan silsilah Raden Said adalah Keturunan Adipati Tuban yang pertama yaitu Rangga Lawe atau Aria Adikara yang kemudian berputra Aria Teja I yang berputra Aria Teja II, berputra Aria Teja III, berputra Raden Temanggung Wilatikta yang telah menurunkan Raden Said (Sunan Kalijaga).

Adapun Aria Teja I dan Aria Teja II masih memeluk agama Hindu, sedang Aria Teja III dan Raden Tumenggung Wilatikta sudah memeluk agama islam. Maka sudah selayaknya kalau Raden Said sejak kecil sudah mendapat gemblengan dan diisi dengan ilmu-ilmu islam oleh orang tuanya dengan cara diserahkan kepada guru agama Kadipaten.

Sejak kecil Raden Said ini sudah nampak bahwa dia adalah calon yang berjiwa luhur. Dia seorang yang selalu taat kepada agama dan berbakti kepada kedua orang tua serta kepada orang-orang lemah mempunyai sifat dan sikap welas asih.

Maka itulah beliau merasa iba dan tak sampai hati melihat rakyat banyak yang menderita. Memang pada masa itu Majapahit sedang mengalami kemerosotan akibat perang saudara yang berlarut-larut. Pekerti para pembesar banyak yang tidak normal lagi, sehingga kebanyakan dari mereka memanfaatkan kesempitan pemerintahan untuk berbuat kesewang-wenangan terhadap rakyat.

Rakyat yang sudah menjadi korban masih juga diperas dalam pembayaran pajak yang sangat tinggi, Padahal penyetoran ke pemerintah pusat tidak seberapa,bahkan seringkali pajak upeti tersebut tertahan di rumah para pejabat itu sendiri.

Lebih – lebih waktu itu musim kemarau panjang , tentu saja tidak ada panenan, maka semakin sulit penderitaan rakyat jelata. Raden Said tahu persis akan situasi dan kondisi rakyat di kala itu karena beliau walaupun seorang putra bangsawan tetapi lebih suka bergaul dengan masyarakat kalangan menengah kebawah.

Pada suatu hari Raden Said mengajukan pertanyaan kepada Ramandanya tentang keadaan rakyat Tuban, dengan maksud agar Ramandanya mau berbuat sesuatu untuk mengulangi penderitaan rakyatnya.
Rupanya apa yang diaturkan oleh Raden Said itu bertentangan dengan hati nurani Ramandanya. Merah padam wajah Ramandanya menahan marah amarah,.

Raden saat yang mengetauhi Ramandanya marah, maka Raden  Said pun hanya tertunduk dan meminta diri dari hadapan Ramandanya yang nampak masih kesal.

Setelah percakapan itu terjadi , yang biasanya Raden Said setiap malam menghabiskan waktunya untuk membaca AL-Quran di rumah, tetapi kini Raden Said nampak sering keluar rumah.

Saat itulah beliau menyibukkan diri untuk membongkar gudang kadipaten untuk mengambil bahan makan dan dibagi-dibagikan kepada rakyat yang di pandang perlu diberi bagian. Dengan cara diam-diam malam-malam Raden Said menaruh bahan makanan itu di muka pintu depan rumah-rumah rakyat.

Karena demikian siasat Raden Said, sehingga rakyat tidak pernah tahu siapa orang yang menaruh bahan makanan di muka pintu rumahnya. Akan hal itu tentu saja rakyat menjadi terkejut dibuatnya dan juga senang karena memang membutuhkan barang-barang tersebut.

Demikianlah cara Raden Said menolong rakyat Tuban yang sangat rahasia. Artikel selanjutnya masih lanjutan dari cerita tentang Sunan Kalijaga ,,terimakasih.

Sabtu, 20 Agustus 2016

Sunan Gresik




Syaikh Maulana Malik Ibrahim dikenal juga oleh sebutan Kakek Bantal (bukan bantal untuk tidur loohh), Beliau berasal dari Negeri Turki,beliau sangat ahli dalam urusan tata Negara, tapi ada juga yang mengatakan beliau berasal dari Gujarat,Iran Serta Arab hanya ALLAH SWT yang mengetauhi nya,tapi yang jelas masih kuturanan Bangsa ASIA hhee..,beliau juga masih keturunan Zainul Abidin bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a.

Pada tahun 1404 M. beliau mulai menyiarkan Agama Islam di Pulau Jawa,beliau menetap di Gresik dam wafat pada hari Senin tgl 12 Rabi’ul Awwal tahun 822 H atau tahun 1419 M dan dimakamkan di daerah Gresik.

Pada zaman tersebut masyarakat di daerah Jawa, mayoritas masih beragama Hindu dan Budha, Syaikh   Maulana Malik Ibrahim dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan melakuan dakwah pada kaum tersebut, beliau melakukan pendekatan pada semua lapisan masyarakat. Agama dan adat istiadat meraka tidak di tentang secara langsung,beliau dengan sabar memperkenalkan budi pekerti yang diajarkan oleh islam dan secara langsung beliau memberikan contoh dalam masyarakat akan tutur kata yang sopan,lemah lembut,santun pada fakir miskin dan menghormati kepada yang lebih tua dan menyayangi yang muda.

Dan  beliau tidak membedakan antara kasta satu dan kasta lainya inilah awal mula ketertarikan penduduk terhadap agama islam,rakyat semakin banyak menyatakan masuk islam karena memang di dalam islam jelas tidak ada perbedaan di antara manusia satu dan lainya.

Pada suatu hari Syaikh Maulana Malik Ibrahim mendengar berita tentang bencana yang melanda suatu daerah, beliau pun mengajak lima muridnya untuk menuju daerah tersebut,ketika sesampainya pada daerah tersebut beliau berserta murid melihat manusia berkerumun di sekeliling panggung terbuat dari batu-batu,diatas panggung Nampak seorang gadis berpakaian serba putih sedang meronta-ronta ingin melepaskan diri  dari sebuah tali yang dijaga ketat oleh para lelaki bertubuh kekar dan dihadapan gadis itu berdiri seorang pendeta tua dengan memegang tongkat.

Melihat kejadian itu Syaikh Maulana Malik Ibrahim menayakan hal tersebut pada seseorang penduduk dalam sekerumunan orang,dan orang itu menceritakan bahwa gadis yang di ikat itu hendak dibunuh oleh pendeta tua.dengan tujuan persembahan untuk dewa penguasa hujan. Agar musim kemarau yang berkepanjangan dapat terselesaikan.

Ketika pisau belati pendeta itu hampir menusuk gadis berpakain putih tersebut, Syaikh Maulana Malik Ibrahim berteriak untuk mencegahnya,tapi pendeta tersebut tak mempedulikan sama sekali, dan anehnya pisau belati tersebut terasa berat dan seolah-olah terhalang oleh lapisan baja yang tebal,pendeta tua pun merasa terkejut.

Pendeta tersebut menyadari bahwa ada seseorang yang telah merusak upacara mereka,lalu pendeta tersebut memandangi Syaikh Maulana Malik Ibrahim beserta kelima murid Syaikh Maulana Malik Ibrahim,pendeta itu berkata “Hai orang asing apa maksud mu menggangu upacara kami”
Dengan tenang Syaikh menjawab “Mohon ma’af kami tidak berniat mengganggu” dan beliau pun bertanya “Tuan atas dasar apa upacara ini dilaksanakan ??” kemudian pendeta itu menjelaskan sebagaimana cerita salah seorang yang berkerumun tadi.

Kemudian Syaikh kembali menanyakan “sudah berapa gadis yang telah kau bunuh” dan orang yang berkerumun pun menjawab “sudah dua kali dan ini yang ketiga kali,tapi hujan tetap tak mau turun” mendengar jawaban para penduduk pendeta pun menentang “untuk turun hujan,pengorbanan gadis butuh tiga kali, dan sang dewata akan mengabulkan keinginan kita”, Syaikh Maulana Malik Ibrahim berkata” adakah akan diteruskan mencari korban jikakalau sudah genap tiga kali, hujan pun belum juga turun ??” pendeta itu menatap penuh kebencian sambil berkata “ wahai orang sebaiknya kamu tidak ikut campur, tangkap mereka “ suara pendeta meyuruh pengawalnya.

Dengan cepat pengawal pendeta itu bergerak hendak menangkap Syaikh Maulana Malik Ibrahim beserta muridnya tetapi baru tiga langkah bergerak,kakinya serasa lumpuh untuk digerakkan, melihat kejadian ini sang pendeta semakin marah dan berkata “orang asing, apa maksudmu melakukan semua ini,padahal kami tidak pernah mengganggu mu selama ini ??” Syaikh menjawab “ma’af tuan sebenarnya kami tidak menggangu, justru saya dan kelima murid saya ingin memberi pertolongan kepada kalian.” Sahut pendeta” pertolongan apa,jangan berlagak seperti dewa saja, Kemampuan apa yang dapat kau perbuat”  …”kami butuh hujan” rakyat menyahut.

Setelah mendengar permintaan orang-orang itu, maka Syaikh mengatakan insya-Allah akan mengabulkan dan dengan catatan bila hujan turun agar membebaskan gadis tersebut,mula-mula pendeta tidak menyetujui perjanjian itu, tetapi rakyat banyak yang setuju ,sehingga pendeta itu berkata”Kalau rakyat setuju ,baiklah aku terima tantangan mu,tetapi bila hujan tak kunjung turun maka selain gadis ini kau beserta lima muridmu juga harus menjadi tumbal” Syaikh Maulana Malik Ibrahim menjawab dengan tenang”Silahkan.., saya tidak akan menolak kehendak kalian terhadap kami berenam.

setelah itu Syaikh bersama muridnya melakukan sholat sunnah dua raka’at lalu berdoa meminta hujan kepada Allah SWT ,setelah beliau dan para murid telah selesai tak lama kemudian,nampaklah awan hitam datang dan hujan pun turun dengan lebatnya.

hore …! Sorak orang-orang yang berada disitu karena kegirangan, tetapi melihat kenyataan itu, pendeta beserta para pengawal,pergi begitu saja karena merasa sangat malu.

Setelah hujan reda para rakyat pun menyembah Syaikh Maulana Malik Ibrahim,tapi Syaikh langsung berkata “Ma’af aku tidak layak untuk disembah,hanya Allah SWT lah yang pantas disembah,mari kita berterimakasih pada Allah SWT”. Semenjak itulaa Syaikh Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai guru dan semakin banyak pula rakyat yang menyatkan keislamnya,

itulah sebuah cerita dari berbagai cerita dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim Mungkin kita dapat nmenyimpulkan bahwa siar atau dakwah tidak perlu ada kekerasan bahkan menimbulkan korban,dan harus penuh kesabaran.. see you next artikel masih seputar kisah walisongo kawand..

Minggu, 14 Agustus 2016

Sunan Drajad

Hallo Sobat masih lanjutan kisah –kisah Wali Songo,  Artikel ini adalah kisah  Sunan Drajad,

Sunan Drajad itu hanyalah sebuah nama sebutan saja sebagaimana Sunan-sunan lainnya, seperti Sunan Ampel, Sunan Giri dan lain-lainnya.

Adapun nama sebenarnya ada yang mengatakan Raden Syarifudin. Dan lebih banyak  lagi sumber yang mengatakan namanya adalah Raden Qosim, putra dari Sunan Ampel  dengan Seorang ibu bernama Dewi Candrawati. Jadi Raden Qosim (Sunan Derajat) itu adalah sudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang).

Oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel, Raden Qosim diberi tugas untuk berdakwah di daerah sebelah barat Gresik. Karena disana masih belum ada seorang ulama pun yang berdakwah,yaitu di daerah antara Gresik dan Tuban.

Setelah tiba, tepatnya beliau tiba di Desa Jelag, Raden Qosim mendirikan pesantren dalam waktu yang singkat telah banyak orang-orang yang berguru kepada beliau. Dan keberhasilannya, berkat dari kebijaksanaan dalam cara berdakwah.

Setahun kemudian di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham agar pindah ke daerah sebelah selatan kira-kira sejauh satu kilometer dari desa jelag itu. Disana beliau mendirikan Musholla atau surau yang sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwa.

Tiga tahun tinggal di daerah itu, beliau mendapat ilham lagi agar pindah tempat ke bukit. Tempat disebut oleh orang-orang “Dalem Dhuwur” artinya rumah yang letaknya di tempat uang tinggi yaitu bukit. Tempat itu sekarang di bangun museum megah

Di tempat yang baru itu Raden Qosim cara dakwahnya menggunakan alat kesenian rakyat yaitu gamelan untuk mengumpulkan orang. Setelah itu baru mulai berbicara tentang agama.

Demikianlah kecerdikan Raden Qosim dalam mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat sebagai media dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih tersimpan dengan baik di museum di dekat makamnya.

Hal ini membuktikan kebenaran akan keahlian Raden Qosim dalam memainkan gamelan. Bahkan beliaulah yang menciptakan lagu tembang Pangkur yang sampai sekarang tembang itu masih digemari banyak masyarakat jawa.

Raden Qosim terkenal dengan sebutan Sunan Drajad, karena bertempat tinggal di sebuah bukit yang letaknya di desa Drajad beliau termasuk anggota Wali Songo yang ikut serta mendirikan Masjid Demak dan Kerajaan Demak. Beliau juga terkenal sebagai seorang Waliyullah yang berjiwa sosial.
 
Karena Beliau yang mempunyai sifat dan sikap demikian itulah sehingga sampai akhir hayatnya namanya tetap harum di semua kalangan masyarakat.

Dan  makam Sunan Drajadt (Raden Qosim) terletak di desa Drajad,  Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Sekian Dulu  Sebagian Cerita dari Sunan Derajat.. See You