Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Belajar Bersama

Belajar Bersama

Rabu, 14 September 2016

Sunan Kalijaga


 
Artikel kali ini adalah Kisah Wali Sanga , yaitu kisah-kisah dari Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga  Mempunyai nama asli Raden Said atau Jaka Setiya, demikianlah Buku Babat Tanah Jawa telah menyebutkannya.

Raden Said adalah seorang putra Adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatika. Adapun menurut catatan silsilah Raden Said adalah Keturunan Adipati Tuban yang pertama yaitu Rangga Lawe atau Aria Adikara yang kemudian berputra Aria Teja I yang berputra Aria Teja II, berputra Aria Teja III, berputra Raden Temanggung Wilatikta yang telah menurunkan Raden Said (Sunan Kalijaga).

Adapun Aria Teja I dan Aria Teja II masih memeluk agama Hindu, sedang Aria Teja III dan Raden Tumenggung Wilatikta sudah memeluk agama islam. Maka sudah selayaknya kalau Raden Said sejak kecil sudah mendapat gemblengan dan diisi dengan ilmu-ilmu islam oleh orang tuanya dengan cara diserahkan kepada guru agama Kadipaten.

Sejak kecil Raden Said ini sudah nampak bahwa dia adalah calon yang berjiwa luhur. Dia seorang yang selalu taat kepada agama dan berbakti kepada kedua orang tua serta kepada orang-orang lemah mempunyai sifat dan sikap welas asih.

Maka itulah beliau merasa iba dan tak sampai hati melihat rakyat banyak yang menderita. Memang pada masa itu Majapahit sedang mengalami kemerosotan akibat perang saudara yang berlarut-larut. Pekerti para pembesar banyak yang tidak normal lagi, sehingga kebanyakan dari mereka memanfaatkan kesempitan pemerintahan untuk berbuat kesewang-wenangan terhadap rakyat.

Rakyat yang sudah menjadi korban masih juga diperas dalam pembayaran pajak yang sangat tinggi, Padahal penyetoran ke pemerintah pusat tidak seberapa,bahkan seringkali pajak upeti tersebut tertahan di rumah para pejabat itu sendiri.

Lebih – lebih waktu itu musim kemarau panjang , tentu saja tidak ada panenan, maka semakin sulit penderitaan rakyat jelata. Raden Said tahu persis akan situasi dan kondisi rakyat di kala itu karena beliau walaupun seorang putra bangsawan tetapi lebih suka bergaul dengan masyarakat kalangan menengah kebawah.

Pada suatu hari Raden Said mengajukan pertanyaan kepada Ramandanya tentang keadaan rakyat Tuban, dengan maksud agar Ramandanya mau berbuat sesuatu untuk mengulangi penderitaan rakyatnya.
Rupanya apa yang diaturkan oleh Raden Said itu bertentangan dengan hati nurani Ramandanya. Merah padam wajah Ramandanya menahan marah amarah,.

Raden saat yang mengetauhi Ramandanya marah, maka Raden  Said pun hanya tertunduk dan meminta diri dari hadapan Ramandanya yang nampak masih kesal.

Setelah percakapan itu terjadi , yang biasanya Raden Said setiap malam menghabiskan waktunya untuk membaca AL-Quran di rumah, tetapi kini Raden Said nampak sering keluar rumah.

Saat itulah beliau menyibukkan diri untuk membongkar gudang kadipaten untuk mengambil bahan makan dan dibagi-dibagikan kepada rakyat yang di pandang perlu diberi bagian. Dengan cara diam-diam malam-malam Raden Said menaruh bahan makanan itu di muka pintu depan rumah-rumah rakyat.

Karena demikian siasat Raden Said, sehingga rakyat tidak pernah tahu siapa orang yang menaruh bahan makanan di muka pintu rumahnya. Akan hal itu tentu saja rakyat menjadi terkejut dibuatnya dan juga senang karena memang membutuhkan barang-barang tersebut.

Demikianlah cara Raden Said menolong rakyat Tuban yang sangat rahasia. Artikel selanjutnya masih lanjutan dari cerita tentang Sunan Kalijaga ,,terimakasih.

Sabtu, 20 Agustus 2016

Sunan Gresik




Syaikh Maulana Malik Ibrahim dikenal juga oleh sebutan Kakek Bantal (bukan bantal untuk tidur loohh), Beliau berasal dari Negeri Turki,beliau sangat ahli dalam urusan tata Negara, tapi ada juga yang mengatakan beliau berasal dari Gujarat,Iran Serta Arab hanya ALLAH SWT yang mengetauhi nya,tapi yang jelas masih kuturanan Bangsa ASIA hhee..,beliau juga masih keturunan Zainul Abidin bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a.

Pada tahun 1404 M. beliau mulai menyiarkan Agama Islam di Pulau Jawa,beliau menetap di Gresik dam wafat pada hari Senin tgl 12 Rabi’ul Awwal tahun 822 H atau tahun 1419 M dan dimakamkan di daerah Gresik.

Pada zaman tersebut masyarakat di daerah Jawa, mayoritas masih beragama Hindu dan Budha, Syaikh   Maulana Malik Ibrahim dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan melakuan dakwah pada kaum tersebut, beliau melakukan pendekatan pada semua lapisan masyarakat. Agama dan adat istiadat meraka tidak di tentang secara langsung,beliau dengan sabar memperkenalkan budi pekerti yang diajarkan oleh islam dan secara langsung beliau memberikan contoh dalam masyarakat akan tutur kata yang sopan,lemah lembut,santun pada fakir miskin dan menghormati kepada yang lebih tua dan menyayangi yang muda.

Dan  beliau tidak membedakan antara kasta satu dan kasta lainya inilah awal mula ketertarikan penduduk terhadap agama islam,rakyat semakin banyak menyatakan masuk islam karena memang di dalam islam jelas tidak ada perbedaan di antara manusia satu dan lainya.

Pada suatu hari Syaikh Maulana Malik Ibrahim mendengar berita tentang bencana yang melanda suatu daerah, beliau pun mengajak lima muridnya untuk menuju daerah tersebut,ketika sesampainya pada daerah tersebut beliau berserta murid melihat manusia berkerumun di sekeliling panggung terbuat dari batu-batu,diatas panggung Nampak seorang gadis berpakaian serba putih sedang meronta-ronta ingin melepaskan diri  dari sebuah tali yang dijaga ketat oleh para lelaki bertubuh kekar dan dihadapan gadis itu berdiri seorang pendeta tua dengan memegang tongkat.

Melihat kejadian itu Syaikh Maulana Malik Ibrahim menayakan hal tersebut pada seseorang penduduk dalam sekerumunan orang,dan orang itu menceritakan bahwa gadis yang di ikat itu hendak dibunuh oleh pendeta tua.dengan tujuan persembahan untuk dewa penguasa hujan. Agar musim kemarau yang berkepanjangan dapat terselesaikan.

Ketika pisau belati pendeta itu hampir menusuk gadis berpakain putih tersebut, Syaikh Maulana Malik Ibrahim berteriak untuk mencegahnya,tapi pendeta tersebut tak mempedulikan sama sekali, dan anehnya pisau belati tersebut terasa berat dan seolah-olah terhalang oleh lapisan baja yang tebal,pendeta tua pun merasa terkejut.

Pendeta tersebut menyadari bahwa ada seseorang yang telah merusak upacara mereka,lalu pendeta tersebut memandangi Syaikh Maulana Malik Ibrahim beserta kelima murid Syaikh Maulana Malik Ibrahim,pendeta itu berkata “Hai orang asing apa maksud mu menggangu upacara kami”
Dengan tenang Syaikh menjawab “Mohon ma’af kami tidak berniat mengganggu” dan beliau pun bertanya “Tuan atas dasar apa upacara ini dilaksanakan ??” kemudian pendeta itu menjelaskan sebagaimana cerita salah seorang yang berkerumun tadi.

Kemudian Syaikh kembali menanyakan “sudah berapa gadis yang telah kau bunuh” dan orang yang berkerumun pun menjawab “sudah dua kali dan ini yang ketiga kali,tapi hujan tetap tak mau turun” mendengar jawaban para penduduk pendeta pun menentang “untuk turun hujan,pengorbanan gadis butuh tiga kali, dan sang dewata akan mengabulkan keinginan kita”, Syaikh Maulana Malik Ibrahim berkata” adakah akan diteruskan mencari korban jikakalau sudah genap tiga kali, hujan pun belum juga turun ??” pendeta itu menatap penuh kebencian sambil berkata “ wahai orang sebaiknya kamu tidak ikut campur, tangkap mereka “ suara pendeta meyuruh pengawalnya.

Dengan cepat pengawal pendeta itu bergerak hendak menangkap Syaikh Maulana Malik Ibrahim beserta muridnya tetapi baru tiga langkah bergerak,kakinya serasa lumpuh untuk digerakkan, melihat kejadian ini sang pendeta semakin marah dan berkata “orang asing, apa maksudmu melakukan semua ini,padahal kami tidak pernah mengganggu mu selama ini ??” Syaikh menjawab “ma’af tuan sebenarnya kami tidak menggangu, justru saya dan kelima murid saya ingin memberi pertolongan kepada kalian.” Sahut pendeta” pertolongan apa,jangan berlagak seperti dewa saja, Kemampuan apa yang dapat kau perbuat”  …”kami butuh hujan” rakyat menyahut.

Setelah mendengar permintaan orang-orang itu, maka Syaikh mengatakan insya-Allah akan mengabulkan dan dengan catatan bila hujan turun agar membebaskan gadis tersebut,mula-mula pendeta tidak menyetujui perjanjian itu, tetapi rakyat banyak yang setuju ,sehingga pendeta itu berkata”Kalau rakyat setuju ,baiklah aku terima tantangan mu,tetapi bila hujan tak kunjung turun maka selain gadis ini kau beserta lima muridmu juga harus menjadi tumbal” Syaikh Maulana Malik Ibrahim menjawab dengan tenang”Silahkan.., saya tidak akan menolak kehendak kalian terhadap kami berenam.

setelah itu Syaikh bersama muridnya melakukan sholat sunnah dua raka’at lalu berdoa meminta hujan kepada Allah SWT ,setelah beliau dan para murid telah selesai tak lama kemudian,nampaklah awan hitam datang dan hujan pun turun dengan lebatnya.

hore …! Sorak orang-orang yang berada disitu karena kegirangan, tetapi melihat kenyataan itu, pendeta beserta para pengawal,pergi begitu saja karena merasa sangat malu.

Setelah hujan reda para rakyat pun menyembah Syaikh Maulana Malik Ibrahim,tapi Syaikh langsung berkata “Ma’af aku tidak layak untuk disembah,hanya Allah SWT lah yang pantas disembah,mari kita berterimakasih pada Allah SWT”. Semenjak itulaa Syaikh Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai guru dan semakin banyak pula rakyat yang menyatkan keislamnya,

itulah sebuah cerita dari berbagai cerita dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim Mungkin kita dapat nmenyimpulkan bahwa siar atau dakwah tidak perlu ada kekerasan bahkan menimbulkan korban,dan harus penuh kesabaran.. see you next artikel masih seputar kisah walisongo kawand..

Minggu, 14 Agustus 2016

Sunan Drajad

Hallo Sobat masih lanjutan kisah –kisah Wali Songo,  Artikel ini adalah kisah  Sunan Drajad,

Sunan Drajad itu hanyalah sebuah nama sebutan saja sebagaimana Sunan-sunan lainnya, seperti Sunan Ampel, Sunan Giri dan lain-lainnya.

Adapun nama sebenarnya ada yang mengatakan Raden Syarifudin. Dan lebih banyak  lagi sumber yang mengatakan namanya adalah Raden Qosim, putra dari Sunan Ampel  dengan Seorang ibu bernama Dewi Candrawati. Jadi Raden Qosim (Sunan Derajat) itu adalah sudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang).

Oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel, Raden Qosim diberi tugas untuk berdakwah di daerah sebelah barat Gresik. Karena disana masih belum ada seorang ulama pun yang berdakwah,yaitu di daerah antara Gresik dan Tuban.

Setelah tiba, tepatnya beliau tiba di Desa Jelag, Raden Qosim mendirikan pesantren dalam waktu yang singkat telah banyak orang-orang yang berguru kepada beliau. Dan keberhasilannya, berkat dari kebijaksanaan dalam cara berdakwah.

Setahun kemudian di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham agar pindah ke daerah sebelah selatan kira-kira sejauh satu kilometer dari desa jelag itu. Disana beliau mendirikan Musholla atau surau yang sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwa.

Tiga tahun tinggal di daerah itu, beliau mendapat ilham lagi agar pindah tempat ke bukit. Tempat disebut oleh orang-orang “Dalem Dhuwur” artinya rumah yang letaknya di tempat uang tinggi yaitu bukit. Tempat itu sekarang di bangun museum megah

Di tempat yang baru itu Raden Qosim cara dakwahnya menggunakan alat kesenian rakyat yaitu gamelan untuk mengumpulkan orang. Setelah itu baru mulai berbicara tentang agama.

Demikianlah kecerdikan Raden Qosim dalam mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat sebagai media dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih tersimpan dengan baik di museum di dekat makamnya.

Hal ini membuktikan kebenaran akan keahlian Raden Qosim dalam memainkan gamelan. Bahkan beliaulah yang menciptakan lagu tembang Pangkur yang sampai sekarang tembang itu masih digemari banyak masyarakat jawa.

Raden Qosim terkenal dengan sebutan Sunan Drajad, karena bertempat tinggal di sebuah bukit yang letaknya di desa Drajad beliau termasuk anggota Wali Songo yang ikut serta mendirikan Masjid Demak dan Kerajaan Demak. Beliau juga terkenal sebagai seorang Waliyullah yang berjiwa sosial.
 
Karena Beliau yang mempunyai sifat dan sikap demikian itulah sehingga sampai akhir hayatnya namanya tetap harum di semua kalangan masyarakat.

Dan  makam Sunan Drajadt (Raden Qosim) terletak di desa Drajad,  Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Sekian Dulu  Sebagian Cerita dari Sunan Derajat.. See You

Sabtu, 06 Agustus 2016

Misteri Jenazah Sunan Bonang

Di artikel Kisah Sunan Bonang Bagian Ketiga Adalah Misteri Jenazah Sunan Bonang

Sunan Bonang yang mempunyai jiwa pejuang yang luhur. Beliau terus melaksanakan dakwahnya dengan berkeliling . seperti ke Jepara, Bawean, Madura dan lainnya.

Pada waktu berdakwah ke Bawean, Beliau menderita sakit dan akhirnya wafat di Bawean. Murid-murid yang berada di Tuban mengetauhi hal itu, maka menghendaki jenasah Sunan Bonang akan dibawah ke Tuban dan dimakamkan  di sana. Adapun murid-murid yang berada di Bawaean  tetap mempertahankan jenazah Sunan Bonang untuk disemayamkan di Pulau Bawean.

Pada malam harinya murid-murid Sunan Bonang yang dari Tuban bergerak melakukan ilmu persirepan, sehingga para penjaga jenasah Sunan Bonang tertidur dengan lelapnya kemudian jenasah Sunan Bonang dibawa naik perahu menuju Tuban.

Walaupun demikian sungguh-sungguh aneh kejadiannya. Sebagian sumber telah menceritakan , bahwa jenasah Sunan Bonang yang berada di Bawean ternyata masih tetap ada. Cuma saja tinggal kafannya yang tadinya dua, setelah kejadian itu hanya tinggal satu.

Demikian juga jenasahnya yang dibawa ke Tuban tetap ada dan kain kafannya yang sewaktu mulai diangkat dari Bawean ada dua, setelah tiba di Tuban ternyata hanya tinggal satu.

Pada akhirnya jenasah Sunan Bonang yang dibawa ke Tuban dimakamkan disebelah barat Masjid Jami’ Sunan Bonang Tuban.

Adapun jenasahnya yang di Pulau Bawean dimakamkan di Kampung Tegal Gubug Bawean. Tetapi yang banyak diketauhi dan diziarahi orang adalah makamnya yang berada di Tuban.

Entah Kebenaran jenasah Sunan Bonang ada dimana, Allahualam(hanya allah yang maha mengetauhi)

Mungkin sekian dulu kumpulan kisah dari Sunan Bonang..

Senin, 01 Agustus 2016

Bertemunya Sunan Bonang Dengan Brahma India

Sunan Bonang Bagian Dua

Artikel ini lanjutan dari Sunan Bonang Sebelumnya, artikel ini  berisi tentang bertemunya Brahmana India dengan Sunan Bonang..

Di Tuban Sunan Bonang Juga mendirikan pesantren, murid-muridnya sangat banyak, baik yang dari Tuban sendiri, Jepara, Bawean, maupun dari Madura.
Semakin lama, Sunan Bonang semakin terkenal sebagai ulama’ besar berilmu tinggi, Karena sedemikiannya terkenal, sehingga ada seorang Brahma sakti dari Negeri India merasa penasaran. Pada suatu hari Brahma itu berlayar menuju Tuban dengan tujuan hendak ingin mengadu ilmu dengan Sunan Bonang. Tetapi setelah mendekati pantai Tuban, tiba-tiba kapal yang di tumpangi Brahmana India terserang ombak besar hinga kapalnya terbalik. Kitab-kitab yang dibawa dan di rencanakan untuk menguji Sunan Bonang itu , Semuanya tenggelam di dasar laut.
Adapun Brahmana india itu terdamar di tepi pantai dalam keadaan tak sadarkan diri. Setelah sadar diri brahmana merasa kebingungan karena tidak tau dimana dia sekarang berada. Di tepi Pantai itu Brahmana melihat seorang laki-laki berjubah putih berjalan dengan tongkat di tangan kanannya, Laki-lakk berjubah putih itu diberhentikan dan disapa oleh brahmana india. Lalu Brahmana bertanya .
Daerah manakah ini tuan ....?, Laki-laki berjubah putih itu tidak menjawab hanya menancapkan tongkatnya ke pasir tanah pantai itu. Kemudian balik bertanya : sebenarnya Tuan berasal dari mana ...? Sehingga tidak mengenal daerah ini.
“Saya datang dari negeri India, Hendak pergi ke Tuban ingin menemui seorang yang tersohor dengan sebutan Sunan Bonang . Jawab Brahmana itu.
Ada kepentingan apa sehingga jauh-jauh Tuan datang hanya ingin menumui Sunan Bonang..? Tanya orang berjubah putih.
Jawab Brahmana lagi : Saya merasa penasaran karena mendengar berita tentang dirinya, maka saya akan mengajaknya berdebat tentang keagamaan. Tetapi sayang sekali kitab-kitab yang telah saya bawa semuanya tenggelam ke dalam laut.
Mendengar ucapan Brahmana India, tiba-tiba saja orang berjubah putih itu mencabut tongkatnya dari tanah pasir di pantai tersebut. Maka terpancarlah air keluar dari lubang tanah bekas tancapan tongkat tadi dengan mengeluarkan semua kitab-kitab milik Brahmana yang tenggelam ke dasar laut.
Benarkah itu kitab-kitab Tuan yang tenggelam tadi..?  Tanya orang berjubah putih. Setelah dilihat dan diperiksa bahwa benar itu memang kitabnya, maka Brahmana berkata dalam hati “Betapa Tinggi ilmu orang berjubah putih ini”.
Siapa gerangan Tuan ini ..? tanya Brahmana
“Saya telah diberi nama orang-orang denga sebutan Sunan Bonang” jawan orang berjubah putih. Mendengar jawaban demikian, maka sang Brahmana bertekuk lutuu di hadapan Sunan Bonang seraya mohon maaf dan akhirnya menjadi murif Sunan Bonang.
Ok bro sist,,,,selanjutnya masih kisah Sunan Bonang ,..Dengan Artikel berjudul Misteri Jenazah Sunan Bonang ..Terima Kasih

Minggu, 24 Juli 2016

Sunan Bonang

oke guys, sekarang tema kia adalah Kisah Sunan Bonang..
Sunan Bonang Mempunyai nama asli Raden Makdum Ibrahim, Sunan Bonang adalah Salah satu putra Sunan Ampel dari istri yang bernama Nyai Ageng Manila. Nyai Ageng Manila adalah putri dari Prabu Brawijaya Raja Majapahit.
Dalam Artikel Sunan Giri, dijelaskan bahwa Sunan Bonang bersahabat baik dengan Sunan Giri , Seusainya menimba ilmu di negeri Pasai bersama Sunan Giri, Raden Makdum Ibrahim ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk berdakwah ke daerah Tuban.
Sebelum berdakwah beliau menyelidiki bagaimana situasi dan apa kesenangan rakyat disitu. Dan setelah diketahuinya bahwa rakyat tuban kebanyakan suka akan lagu-lagu gending gamelan, maka beliaupun mengambil kebijaksanaan berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat yang di sebut Bonang.
Bonang adalah sejenis gending yang terbuat dari besi atau kuningan yang bagian ditonjolkan ke atas. Bila tonjolan itu ditabuh dengan tabuh kayu yang bagian ujungnya dibalut dengan karpet atau kain, maka timbullah suara merdu.
Karena pada zaman itu kesenian rakyat hanya macam itu adanya, tentu saja bunyi demikian sudah sangat mempesona hati para penduduk. Lebih-lebih yang membunyikan Bonang itu adalah Raden Makdum Ibrahim mengiringi dengan tembang-tembang berupa pantun yang bernapaskan keagamaan.
Karena kecerdikan beliau, maka rakyat semakin menjadi terpengaruh , sehingga hampir semua rakyat Tuban datang berbondong- bondong minta belajar membunyikan Bonang dan membawakan lagu tembang-tembang ciptaan Raden Makdum itu.
Demikianlah kebijaksanaan Raden Makdum Ibrahim dalam melaksanakan dakwahnya. Dari sedikit ke sedikit menjadikan rakyat untuk bersimpati, sehingga tanpa terasa oleh mereka mempelajari islam melalui kesenianya sendiri.
Raden Makdum Ibrahim yang dianggap ahli dalam melagukan kesenian gending Bonang, maka rakyat Tuban memberi sebutan Sunan Bonang
Konon ceritanya bunyi bonang hasil pukulan Raden Makdum Ibrahim, mempunyai keanehan, kalau yang mendengar itu adalah orang jahat, maka bunyi bonang itun pun mempunyai pengaruh jahat pula.
Menurut beberapa sumber telah meriwayatkan bahwa Sunan Bonang pernah menaklukkan beberapa perampok hanya dengan membunyikan bonangnya saja, Bonang dipukul, para perampok itu pun merasa tidak sanggup lagi untuk bergerak, karena tiba-tiba saj seolah lumpuh, tentu dengan seizin ALLAH SWT.
Dengan demikian, para perampok tadi mohon kepada Sunan Bonang, agar menghentikan bunyi bonang itu dan mereka meminta ampun serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi berbuat kejahatan.
Oke gan Sekian dulu , artikel selanjutnya Sunan Bonang dan Brahma India ditunggu yah..

Sabtu, 16 Juli 2016

Bertemunya Sunan Giri dengan Sang Ayah

Sunan Giri (bagian ketiga)

Ok bro sist, ini adalah lanjutan kisah dari Sunan Giri sebelumnya,Kisah sekarang berkisah tentang pertemuan Sunan Giri dengan sang ayah yaitu Syaikh Maulana Ishaq.

Setelah nyata semuanya bagi Sunan Ampel bahwa Raden Paku atau Sunan Giri merupakan keponakannya, Raden Paku semakin ditekan agar lebih bersungguh-sungguh lagi untuk mempelajari ilmu-ilmu agama seperti Nahwu, Sharaf, Balagha dan lain sebagainya.

Raden Paku di pesantren sangat akrab dengan Raden Makdum Ibrahim yaitu putra dari Sunan Ampel. Beliau berdua nampak sebagai kakak beradik, saling menyayangi dan mengingatkan.

Setelah tiba saatnya, keduanya oleh Sunan Ampel dianjurkan meneruskan menuntut ilmu ke negeri Makkah, dan disarankan sebelum ke Makkah, harap lebih dahulu menambah ilmu ke negeri pasai. Disana banyak para ahli ilmu dari berbagai negeri, juga ada ulama besar yang bergelar Syaikh Awalul Islam. Nama aslinya Syaikh Maulana Ishaq, maka datanglah menemuinya, karena beliau adalah ayahmu sendiri.

Di Pasai keduanya tanpa menemui kesulitan untuk mencari kediaman Syaikh Awalul Islam, karena beliau sangat terkenal di negeri itu. Dengan penuh rasa haru yang tak dapat dituliskan, Syaikh Maulana Ishaq mendekap putranya yang sejak lahir belum pernah tahu.Dan ditanyakan tentang diri putranya itu.

Raden Paku menceritakan riwayatnya sejak kecil ditemukan di tengah samudera Selat Bali yang kemudian dipunggut Nyai Ageng Pinatih sebagai anaknya dan diserahkan kepada Sunan Ampel di Surabaya untuk menjadi muridnya.

Bersambung dengan itu juga, Syaikh Maulana Ishaq menceritakan hal ihwalnya ketika berdakwah di negeri Blambangan hingga sampai harus meninggalkan istri tercinta.

Titik air mata Raden Paku mendengar cerita ayahnya. Hatinya terasa bagaikan disayat-sayat sambil mengenang nasib ibunya yang malang dan sampai kini tidak diketauhi hidup atau mati. Di hadapan ayahnya Raden Paku telah berjanji kelak akan membalaskan sakit hati ibunya kepada kakeknya Raja Minak Sembuyu yang amat sangat biadab itu.

Syaikh Maulana Ishaq menatap putranya dengan penuh kasih sayang seraya berkata “Saya yakin bahwa engkau adalah salah seorang murid Sunan Ampel yang baik. Seorang yang hendak diberi kemulian oleh Allah pasti mendapat ujian yang berat terlebih dahulu, bukankah Rasullullah S.A.W. pernah bercerita kepada para sahabatnya tentang seorang nabi yang pernah terdahulu ketika dipukul kaumnya hingga berlumran darah, sambil mengusap darah dari wajahnya berkata “ Ya ALLAH ampunkanlah kaumku, sesungguhnya mereka itu bodoh dan tidak mengetauhi.

Untuk itu janganlah sampai engkau tertipu oleh bujuk rayu syaithan sehingga timbul niat membalas dendam kepada kakekmu sendiri.
“Tetapi ...ayah.? bukankah kita dianjurkan agama untuk menolong orang yangteraniyaya ? sela Raden Paku.
“Benar wahai anakku, tetapi tidak boleh mendendam kepada orang yang menganiaya” ujar Syaikh Maulana Ishaq,lalu dibacakannya Surat Fush –Shilat ayat 34, kurang lebih berartikan demikian.

“Tidak dapat disamakan kebaikan dengan kejahatan,tolaklah dengan cara yang lebih baik, maka bila orang yang terjadi diantara kamu dengan dia permusuhan kembali bagaikan sahabat karib. Dan tidak dapat melakukannya, kecuali orang yang sabar dan tidak dapat mencapainya, kecuali orang mempunyai nasib baik (untung besar).

Atas kebijaksanaan nasihat Syaikh Maulana Ishaq, Raden Paku tidak lagi mempunyai niat untuk membalas dendam kepada kakeknya sendiri.

Kemudian Syaikh Maulana Ishaq memberi saran agar kedua pemuda itu mau lebih dahulu tinggal di Pasai untuk memperdalam lagi ilmu agama. Karena di Pasai itu terdapat banyak ulama dari berbagai negara, terutama ulama para ahli Sufi.

Selama kurang lebih tiga tahun Raden Paku beserta Raden Makdum Ibrahim di Pasai tibalah saatnya mereka untuk melanjutkan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji, kemudian baru pulang lagi ke tanah Jawa.

Mungkin itu sedikit kisah Sunan Giri dan masih banyak kisah Sunan Giri yang lainnya.
dan untuk artikel selanjutnya masih seputar kisah dari Para wali songo..ditunggu ya

Sabtu, 02 Juli 2016

Bertemunya Sunan Giri Dengan Sunan Ampel

Sunan Giri Bagian Kedua


Lanjutan dari kisah sunan giri  kemarin sob.. yaitu tentang  bertemunya Sunan Giri  atau Jaka Samudra dengan Sunan Ampel..

Setelah Sunan Giri ditemukan dan dianggap anak sendiri oleh Nyai Ageng Pinatih.Dengan kasih sayang Nyai Ageng Pinatih membesarkan Jaka Samudra atau nama lain dari Sunan Giri sewaktu kecil, Setelah Jaka Samudra berumur sebelas tahun barulah Jaka Samudra belajar ilmu pengetauhan di pesantren milik Sunan Ampel.

Suatu ketika Sebagaimana biasanya tiap malam Sunan Ampel melakukan sholat tahajud kepada ALLAH SWT, ketika beliau hendak mengambil air wudhu, tiba-tiba saja ada keinginan menjenguk para santri yang sedang tidur, setelah membuka pintu salah satu bilik sekelompok santrinya, beliau terkejut melihat seberkas sinar yang memancar dari wajah salah seorang santrinya. Saat itu keadan bilik gelap , tentu Sunan Ampel tidak melihat jelas wajah-wajah santrinya.

“Siapa gerangan seorang santriku yang bersinar ini ..?? tanya Sunan Ampel dalam hati. Kemudian beliau memberi tanda ikat pada kain sarung santrinya yang bersinar itu.Pagi harinya selepas sholat subuh, Sunan Ampel mengumpulkan para santri dan bertanya “Siapakah diantara kalian sewaktu bangun tidur merasa ada ikatan pada kain sarung..??.

Mendengar pertanyaan itu para santri hanya saling memandang, semuanya pada takut karena mereka berfikir bahwa yang diberi tanda adalah santri yang melakukan pelanggaran dan siap diberi hukuman oleh Sunan Ampel. Dalam keadan hening tiba-tiba terdengar suara jawaban seorang santri “Saya Kanjeng Sunan” katanya sambil mengangkat tangan kanannya, semua santri menoleh kepadanya ternyata santri tersebut adalah Jaka Samudra. Ampun Kanjeng Sunan kiranya ada apakah pada diri saya..?? sambung Jaka Samudra.

Setelah tahu bahwa yang mengaku itu Jaka Samudra maka Sunan Ampel mengerti bahwa Jaka Samudra bukan anak sembarangan pasti kelak memiliki derajad yang mulia. Dengan Senyum yang arif, Sunan Ampel berkata : tidak..,padamu tidak ada apa-apa dan tidak bersalah. Jawaban Sunan Ampel semakin membuat para santri menjadi penasaran . 

Pada suatu  ketika Jaka Samudra dipanggil untuk menghadap Sunan Ampel. Dan Sunan Ampel Menanyakan sesuatu ,”Jaka Samudra..Saya ingin bertanya kepadamu..” Kata Sunan Ampel. Apakah engkau benar anak kandung Nyai Ageng Pinatih ataukah bagaimana ..?

Jaka  Samudra menjawab dengan sopan : Ampun Kanjeng Sunan..Setau saya, benarlah saya anak kandung Nyai Ageng Pinatih. Karena demikian juga orang mengatakan. “Kalau begitu baiklah sekarang kembalilah kepada teman-temanmu” Ujar Sunan Ampel ,kemudian Jaka Samudra pun kembali ke pondoknya.
Pada Suatu hari ketika Nyai Ageng Pinatih datang ke Ampel untuk menjenguk Jaka Samudra, Maka kepadanya oleh Sunan Ampel ditanyakan tentang Jaka Samudra yang sebenarnya.

Dengan jujur Nyai Ageng Pinatih menceritakannya, bahwa sesungguhnya Jaka Samudra bukanklah anak kandungnya, melainkan sejak Jaka Samudra yang kira-kira baru berumur empat puluh hari ditemukan di tengah laut selat bali. Adapun peti tempat Jaka Samudra dibuang masih disimpan dengan baik oleh Nyai Ageng Pinatih.

Atas pengakuan Nyai Ageng Pinatih, Sunan Ampel teringat kembali cerita Syaikh Maulana Ishaq dan beliau berkeyakinan bahwa sebenarnya Jaka Samudra adalah anak pamannya walaupun demikian Sunan Ampel tidak buru-buru menceritakan hal ini pada Nyai Ageng Pinatih, hanya beliau berjanji akan berkunjung ke Gresik ingin tahu tempat Jaka Samudra dibuang itu.

Tak seberapa hari kemudian Sunan Ampel datang ke Gresik, setelah melihat peti tersebut, Sunan Ampel membenarkan bahwa Jaka Samudra memang putra Syaikh Maulana Ishaq. Hal itu oleh Sunan Ampel dapat dibaca dari ciri-ciri dan tanda khusus pada peti itu menunjukkan asal dari kalangan istana Blambangan.

Maka itulah dikatakan kepada Nyai Ageng Pinatih, bahwa sesungguhnya beliau mempunyai seorang paman yang namanya Syaikh Maulana Ishaq yang pernah berdakwah ke Blambangan. Bahkan beliau sampai di nikahkan dengan putri Raja Blambangan. Karena ada suatu ketidakberesan yang mengancam jiwanya, terpaksa beliau meninggalkan istrinya yang sedang hamil tujuh bulan.

Beliau juga sempat mendengar atas pembuangan anaknya itu dari awak kapal yang singgah di Blambangan. Maka itulah beliau sebelum meneruskan perjalanan ke Pasi singgah dulu ke Ampeldelta dan berpesan kepada Sunan Ampel, bila sewaktu-waktu menemukan anaknya agar diberi nama Raden Paku.

Nyai Ageng Pinatih yang mendengar cerita Sunan Ampel itu dalam hatinya merasa bangga, karena dia telah mendapatkan anak dari keturunan orang shalih dan juga keturunan raja.

Kemudian ia berkata : Kalau memang Demikian adanya. Sebaiknya Jaka Samudra kita ganti nama Raden Paku saja, sesuai dengan kehendak orang tuanya. “sejak itulah Jaka Samudra dipanggil dengan sebutan Raden Paku.

Oke gaes Next cerita masih seputar Sunan Giri, berjudul Bertemunya Sunan Giri dengan sang ayah,,see you 

Selasa, 31 Mei 2016

Sunan Giri

Sunan Giri mempunyai nama alsi Raden Paku dan juga mempunyai nama sebutan Jaka Samudra kenanpa bisa banyak gitu namanya ya…??? Hehe

     Sunan Giri merupakan anak dari Syaikh Maulana Ishaq, syaikh dari daerah pasai dan ibunya adalah Dewi Sekar Dadu yang merupakan seorang putri dari kerajaan Blambangan, Karena ada fitnah yang dilakukan Patih Bajul Segara yang merupakan seorang Patih di Kerajaan Blambangan terhadap Syaikh Maulana Ishaq, Maka ayah Sunan Giri ini memilih pergi ke daerah asalnya di Pasai demi menghindari pertumpahan darah ,yang pada saat itu Sunan Giri masih berada didalam kandungan Dewi Sekar Dadu.

     Disaat Dewi Sekar Dadu melahirkan Sunan Giri, Patih Bajul Segara, mulai risau Karena keinginan dia ingin memperistri Dewi Sekar Dadu untuk mendapatkan hak waris kerajaan Blambangan akan sirna. Karena kehadiran Sunan Giri yang merupakan cucu dari Raja Blambangan dan itu pula penyebab fitnah yang ditujukan kepada Syaikh Maulana Ishaq ayah Sunan Giri. Maka dengan liciknya beliau juga memfitnah bayi yang tak bersalah itu.

        Dan pada akhirnya Raja pun termakan oleh fitnah itu dan dia rela untuk menghanyutkan cucu tersayangnya di lautan. Sementara Patih Bajul Segara senang,berbeda dengan Dewi Sekar Dadu, Setelah kesedihan ditinggal oleh suaminya sekarang juga ditinggalkan oleh anak,konon ceritanya Dewi Sekar Dadu tidak mau pergi dari tempat pembuangan bayinya yang berada di tepi pantai sehingga Dewi Sekar Dadu mulai sakit hingga meninggal berada di tempat itu dan meninggalkan penyeselan buat sang Raja.

    Ditengah perjalanan menuju Pasai, Syaikh Maulana Ishaq mendapatkan berita bahwa anaknya telah dihanyutkan dilautan oleh kakeknya sendiri, mendengar berita itu Syaikh pun menyempatkan diri ke Ampeldelta dan bertemu Sunan Ampel, untuk menyampaikan bahwa anaknya telah dihanyutkan oleh kakeknya sendiri yang termakan fitnah,dan Syaikh pun berpesan bila bertemu anaknya mohon diberi nama Raden Paku,lalu Syaikh pun melanjutkan perjalanannya menuju Pasai.

    Pada suatu waktu ada sebuah kapal dagang berlayar namun tiba” kapal tersebut berhenti mendadak tanpa ada sebab. Setelah Nahkoda menyuruh anak buahnya untuk memeriksa ternyata ada sebuah peti kecil berukiran khas kerajaan. Setelah nahkoda tesebut memrintahkan untuk membawanya ke atas kapal, lalu beliau memeriksanya,begitu terkejutnya bahwa peti tersebut berisikan seorang bayi yang masih hidup.lalu nahkoda bukannya kembali berlayar kembali melainkan memutuskan untuk kembali walaupun dagangannya masih penuh.

     Dan bayi tersebut yang merupakan Sunan Giri akhirnya diangkat anak oleh majikan Nahkoda tersebut yaituh Nyai Ageng Pinatih yang memang tidak mempunyai anak. Karena ditemukan di tengah samudra maka bayi tersebut dinamakan Jaka Samudra oleh Nyai Ageng Pinatih.
     
Itulah cerita dari Sunan Giri atau Raden Paku atau juga Raden Samudra semoga bermanfaat dan artikel selanjutnya Bertemunya Sunan Ampel dan Sunan Giri…wassalam <0-0>

Jumat, 29 Januari 2016

Keturunan Sunan Ampel

Masih seputar Sunan Ampel <..>

Kalau Nabi Ibrahim sering disebut sebagai Bapak para Nabi, Sama halnya dengan Sunan Ampel, mungkin bisa disebut Bapak para Sunan,, tapi just pendapat aja…hhee

Beliau (Sunan Ampel) memiliki dua orang istri, yang pertama bernama Dewi Candra Wati,yang kedua ialah Nyai Karimah.

 Adapun Putra-Putri dari Dewi Candra Wati ialah :

1.    Raden Makdum Ibrahim              Menjadi Sunan Bonang

2.    Raden Qasim                               Menjadi Sunan Derajat Sedayu

3.    Raden Ahmad                              Menjadi Sunan Lamongan

4.    Siti Muthmainnah                        Menjadi istri Sunan Gunung Jati

5.    Siti Syariah                                  Menjadi istri Sunan Kudus

6.    Siti Khafshah                               Menjadi istri Sunan Kalijaga

Adapun Putra-Putri dari Nyai Karimah mendapat dua Putri yaitu :

    1. Dewi Murthasiah                             Menjadi istri Sunan Giri

    2. Dewi Murthasimah                          Menjadi istri Raden Patah (Raja Demak)

 Nantikan Kisah Wali Songo Yang lainya Trimakasih <'='>