Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Belajar Bersama

Belajar Bersama

Minggu, 24 Juli 2016

Sunan Bonang

oke guys, sekarang tema kia adalah Kisah Sunan Bonang..
Sunan Bonang Mempunyai nama asli Raden Makdum Ibrahim, Sunan Bonang adalah Salah satu putra Sunan Ampel dari istri yang bernama Nyai Ageng Manila. Nyai Ageng Manila adalah putri dari Prabu Brawijaya Raja Majapahit.
Dalam Artikel Sunan Giri, dijelaskan bahwa Sunan Bonang bersahabat baik dengan Sunan Giri , Seusainya menimba ilmu di negeri Pasai bersama Sunan Giri, Raden Makdum Ibrahim ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk berdakwah ke daerah Tuban.
Sebelum berdakwah beliau menyelidiki bagaimana situasi dan apa kesenangan rakyat disitu. Dan setelah diketahuinya bahwa rakyat tuban kebanyakan suka akan lagu-lagu gending gamelan, maka beliaupun mengambil kebijaksanaan berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat yang di sebut Bonang.
Bonang adalah sejenis gending yang terbuat dari besi atau kuningan yang bagian ditonjolkan ke atas. Bila tonjolan itu ditabuh dengan tabuh kayu yang bagian ujungnya dibalut dengan karpet atau kain, maka timbullah suara merdu.
Karena pada zaman itu kesenian rakyat hanya macam itu adanya, tentu saja bunyi demikian sudah sangat mempesona hati para penduduk. Lebih-lebih yang membunyikan Bonang itu adalah Raden Makdum Ibrahim mengiringi dengan tembang-tembang berupa pantun yang bernapaskan keagamaan.
Karena kecerdikan beliau, maka rakyat semakin menjadi terpengaruh , sehingga hampir semua rakyat Tuban datang berbondong- bondong minta belajar membunyikan Bonang dan membawakan lagu tembang-tembang ciptaan Raden Makdum itu.
Demikianlah kebijaksanaan Raden Makdum Ibrahim dalam melaksanakan dakwahnya. Dari sedikit ke sedikit menjadikan rakyat untuk bersimpati, sehingga tanpa terasa oleh mereka mempelajari islam melalui kesenianya sendiri.
Raden Makdum Ibrahim yang dianggap ahli dalam melagukan kesenian gending Bonang, maka rakyat Tuban memberi sebutan Sunan Bonang
Konon ceritanya bunyi bonang hasil pukulan Raden Makdum Ibrahim, mempunyai keanehan, kalau yang mendengar itu adalah orang jahat, maka bunyi bonang itun pun mempunyai pengaruh jahat pula.
Menurut beberapa sumber telah meriwayatkan bahwa Sunan Bonang pernah menaklukkan beberapa perampok hanya dengan membunyikan bonangnya saja, Bonang dipukul, para perampok itu pun merasa tidak sanggup lagi untuk bergerak, karena tiba-tiba saj seolah lumpuh, tentu dengan seizin ALLAH SWT.
Dengan demikian, para perampok tadi mohon kepada Sunan Bonang, agar menghentikan bunyi bonang itu dan mereka meminta ampun serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi berbuat kejahatan.
Oke gan Sekian dulu , artikel selanjutnya Sunan Bonang dan Brahma India ditunggu yah..

Sabtu, 16 Juli 2016

Bertemunya Sunan Giri dengan Sang Ayah

Sunan Giri (bagian ketiga)

Ok bro sist, ini adalah lanjutan kisah dari Sunan Giri sebelumnya,Kisah sekarang berkisah tentang pertemuan Sunan Giri dengan sang ayah yaitu Syaikh Maulana Ishaq.

Setelah nyata semuanya bagi Sunan Ampel bahwa Raden Paku atau Sunan Giri merupakan keponakannya, Raden Paku semakin ditekan agar lebih bersungguh-sungguh lagi untuk mempelajari ilmu-ilmu agama seperti Nahwu, Sharaf, Balagha dan lain sebagainya.

Raden Paku di pesantren sangat akrab dengan Raden Makdum Ibrahim yaitu putra dari Sunan Ampel. Beliau berdua nampak sebagai kakak beradik, saling menyayangi dan mengingatkan.

Setelah tiba saatnya, keduanya oleh Sunan Ampel dianjurkan meneruskan menuntut ilmu ke negeri Makkah, dan disarankan sebelum ke Makkah, harap lebih dahulu menambah ilmu ke negeri pasai. Disana banyak para ahli ilmu dari berbagai negeri, juga ada ulama besar yang bergelar Syaikh Awalul Islam. Nama aslinya Syaikh Maulana Ishaq, maka datanglah menemuinya, karena beliau adalah ayahmu sendiri.

Di Pasai keduanya tanpa menemui kesulitan untuk mencari kediaman Syaikh Awalul Islam, karena beliau sangat terkenal di negeri itu. Dengan penuh rasa haru yang tak dapat dituliskan, Syaikh Maulana Ishaq mendekap putranya yang sejak lahir belum pernah tahu.Dan ditanyakan tentang diri putranya itu.

Raden Paku menceritakan riwayatnya sejak kecil ditemukan di tengah samudera Selat Bali yang kemudian dipunggut Nyai Ageng Pinatih sebagai anaknya dan diserahkan kepada Sunan Ampel di Surabaya untuk menjadi muridnya.

Bersambung dengan itu juga, Syaikh Maulana Ishaq menceritakan hal ihwalnya ketika berdakwah di negeri Blambangan hingga sampai harus meninggalkan istri tercinta.

Titik air mata Raden Paku mendengar cerita ayahnya. Hatinya terasa bagaikan disayat-sayat sambil mengenang nasib ibunya yang malang dan sampai kini tidak diketauhi hidup atau mati. Di hadapan ayahnya Raden Paku telah berjanji kelak akan membalaskan sakit hati ibunya kepada kakeknya Raja Minak Sembuyu yang amat sangat biadab itu.

Syaikh Maulana Ishaq menatap putranya dengan penuh kasih sayang seraya berkata “Saya yakin bahwa engkau adalah salah seorang murid Sunan Ampel yang baik. Seorang yang hendak diberi kemulian oleh Allah pasti mendapat ujian yang berat terlebih dahulu, bukankah Rasullullah S.A.W. pernah bercerita kepada para sahabatnya tentang seorang nabi yang pernah terdahulu ketika dipukul kaumnya hingga berlumran darah, sambil mengusap darah dari wajahnya berkata “ Ya ALLAH ampunkanlah kaumku, sesungguhnya mereka itu bodoh dan tidak mengetauhi.

Untuk itu janganlah sampai engkau tertipu oleh bujuk rayu syaithan sehingga timbul niat membalas dendam kepada kakekmu sendiri.
“Tetapi ...ayah.? bukankah kita dianjurkan agama untuk menolong orang yangteraniyaya ? sela Raden Paku.
“Benar wahai anakku, tetapi tidak boleh mendendam kepada orang yang menganiaya” ujar Syaikh Maulana Ishaq,lalu dibacakannya Surat Fush –Shilat ayat 34, kurang lebih berartikan demikian.

“Tidak dapat disamakan kebaikan dengan kejahatan,tolaklah dengan cara yang lebih baik, maka bila orang yang terjadi diantara kamu dengan dia permusuhan kembali bagaikan sahabat karib. Dan tidak dapat melakukannya, kecuali orang yang sabar dan tidak dapat mencapainya, kecuali orang mempunyai nasib baik (untung besar).

Atas kebijaksanaan nasihat Syaikh Maulana Ishaq, Raden Paku tidak lagi mempunyai niat untuk membalas dendam kepada kakeknya sendiri.

Kemudian Syaikh Maulana Ishaq memberi saran agar kedua pemuda itu mau lebih dahulu tinggal di Pasai untuk memperdalam lagi ilmu agama. Karena di Pasai itu terdapat banyak ulama dari berbagai negara, terutama ulama para ahli Sufi.

Selama kurang lebih tiga tahun Raden Paku beserta Raden Makdum Ibrahim di Pasai tibalah saatnya mereka untuk melanjutkan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji, kemudian baru pulang lagi ke tanah Jawa.

Mungkin itu sedikit kisah Sunan Giri dan masih banyak kisah Sunan Giri yang lainnya.
dan untuk artikel selanjutnya masih seputar kisah dari Para wali songo..ditunggu ya

Sabtu, 02 Juli 2016

Bertemunya Sunan Giri Dengan Sunan Ampel

Sunan Giri Bagian Kedua


Lanjutan dari kisah sunan giri  kemarin sob.. yaitu tentang  bertemunya Sunan Giri  atau Jaka Samudra dengan Sunan Ampel..

Setelah Sunan Giri ditemukan dan dianggap anak sendiri oleh Nyai Ageng Pinatih.Dengan kasih sayang Nyai Ageng Pinatih membesarkan Jaka Samudra atau nama lain dari Sunan Giri sewaktu kecil, Setelah Jaka Samudra berumur sebelas tahun barulah Jaka Samudra belajar ilmu pengetauhan di pesantren milik Sunan Ampel.

Suatu ketika Sebagaimana biasanya tiap malam Sunan Ampel melakukan sholat tahajud kepada ALLAH SWT, ketika beliau hendak mengambil air wudhu, tiba-tiba saja ada keinginan menjenguk para santri yang sedang tidur, setelah membuka pintu salah satu bilik sekelompok santrinya, beliau terkejut melihat seberkas sinar yang memancar dari wajah salah seorang santrinya. Saat itu keadan bilik gelap , tentu Sunan Ampel tidak melihat jelas wajah-wajah santrinya.

“Siapa gerangan seorang santriku yang bersinar ini ..?? tanya Sunan Ampel dalam hati. Kemudian beliau memberi tanda ikat pada kain sarung santrinya yang bersinar itu.Pagi harinya selepas sholat subuh, Sunan Ampel mengumpulkan para santri dan bertanya “Siapakah diantara kalian sewaktu bangun tidur merasa ada ikatan pada kain sarung..??.

Mendengar pertanyaan itu para santri hanya saling memandang, semuanya pada takut karena mereka berfikir bahwa yang diberi tanda adalah santri yang melakukan pelanggaran dan siap diberi hukuman oleh Sunan Ampel. Dalam keadan hening tiba-tiba terdengar suara jawaban seorang santri “Saya Kanjeng Sunan” katanya sambil mengangkat tangan kanannya, semua santri menoleh kepadanya ternyata santri tersebut adalah Jaka Samudra. Ampun Kanjeng Sunan kiranya ada apakah pada diri saya..?? sambung Jaka Samudra.

Setelah tahu bahwa yang mengaku itu Jaka Samudra maka Sunan Ampel mengerti bahwa Jaka Samudra bukan anak sembarangan pasti kelak memiliki derajad yang mulia. Dengan Senyum yang arif, Sunan Ampel berkata : tidak..,padamu tidak ada apa-apa dan tidak bersalah. Jawaban Sunan Ampel semakin membuat para santri menjadi penasaran . 

Pada suatu  ketika Jaka Samudra dipanggil untuk menghadap Sunan Ampel. Dan Sunan Ampel Menanyakan sesuatu ,”Jaka Samudra..Saya ingin bertanya kepadamu..” Kata Sunan Ampel. Apakah engkau benar anak kandung Nyai Ageng Pinatih ataukah bagaimana ..?

Jaka  Samudra menjawab dengan sopan : Ampun Kanjeng Sunan..Setau saya, benarlah saya anak kandung Nyai Ageng Pinatih. Karena demikian juga orang mengatakan. “Kalau begitu baiklah sekarang kembalilah kepada teman-temanmu” Ujar Sunan Ampel ,kemudian Jaka Samudra pun kembali ke pondoknya.
Pada Suatu hari ketika Nyai Ageng Pinatih datang ke Ampel untuk menjenguk Jaka Samudra, Maka kepadanya oleh Sunan Ampel ditanyakan tentang Jaka Samudra yang sebenarnya.

Dengan jujur Nyai Ageng Pinatih menceritakannya, bahwa sesungguhnya Jaka Samudra bukanklah anak kandungnya, melainkan sejak Jaka Samudra yang kira-kira baru berumur empat puluh hari ditemukan di tengah laut selat bali. Adapun peti tempat Jaka Samudra dibuang masih disimpan dengan baik oleh Nyai Ageng Pinatih.

Atas pengakuan Nyai Ageng Pinatih, Sunan Ampel teringat kembali cerita Syaikh Maulana Ishaq dan beliau berkeyakinan bahwa sebenarnya Jaka Samudra adalah anak pamannya walaupun demikian Sunan Ampel tidak buru-buru menceritakan hal ini pada Nyai Ageng Pinatih, hanya beliau berjanji akan berkunjung ke Gresik ingin tahu tempat Jaka Samudra dibuang itu.

Tak seberapa hari kemudian Sunan Ampel datang ke Gresik, setelah melihat peti tersebut, Sunan Ampel membenarkan bahwa Jaka Samudra memang putra Syaikh Maulana Ishaq. Hal itu oleh Sunan Ampel dapat dibaca dari ciri-ciri dan tanda khusus pada peti itu menunjukkan asal dari kalangan istana Blambangan.

Maka itulah dikatakan kepada Nyai Ageng Pinatih, bahwa sesungguhnya beliau mempunyai seorang paman yang namanya Syaikh Maulana Ishaq yang pernah berdakwah ke Blambangan. Bahkan beliau sampai di nikahkan dengan putri Raja Blambangan. Karena ada suatu ketidakberesan yang mengancam jiwanya, terpaksa beliau meninggalkan istrinya yang sedang hamil tujuh bulan.

Beliau juga sempat mendengar atas pembuangan anaknya itu dari awak kapal yang singgah di Blambangan. Maka itulah beliau sebelum meneruskan perjalanan ke Pasi singgah dulu ke Ampeldelta dan berpesan kepada Sunan Ampel, bila sewaktu-waktu menemukan anaknya agar diberi nama Raden Paku.

Nyai Ageng Pinatih yang mendengar cerita Sunan Ampel itu dalam hatinya merasa bangga, karena dia telah mendapatkan anak dari keturunan orang shalih dan juga keturunan raja.

Kemudian ia berkata : Kalau memang Demikian adanya. Sebaiknya Jaka Samudra kita ganti nama Raden Paku saja, sesuai dengan kehendak orang tuanya. “sejak itulah Jaka Samudra dipanggil dengan sebutan Raden Paku.

Oke gaes Next cerita masih seputar Sunan Giri, berjudul Bertemunya Sunan Giri dengan sang ayah,,see you 