Artikel ini meripakan lanjutan kisah dari Sunan KaliJaga, Setelah di usir dari Kadipaten Tuban Sunan Kalijaga berkelana tanoa tujuan hingga akhirnya bertemu dengan Sunan Bonang.
Raden Said (Sunan Kalijaga) yang di usir oleh orang tuanya itu kini terus berjalan dan berjalan mengembara pada akhirnya sampai di sebuah hutan Jati Wangi.Di Hutan itulah beliau memutuskan untuk tinggal dan meneruskan kegiatannya untuk merampok para hartawan yang kikir dan hasil rampokannya tidak dimakan atau untuk besenang-senang, melainkan dibagi-bagikan kepada fakir miskin di desa sekitar hutan itu.
Suatu waktu saat melaksanakan kegiatannya, Raden Said melihat seorang lelaki tua berjubah putih sedang berjalan dengan tongkat, tapi tongkat tersebut dalam penglihatan Raden Said bukan tongkat biasa, Raden Said melihat tongkat tersebut berkilauan dari jauh. Dalan hati Raden Said berkeyakinan bahwa tongkat tersebut pasti terbuat dari emas.
Setelah orang berjubah putih itu semakin dekat jalannya, dengan kepandaian ilmu silatnya Raden Said melompat menghalangi perjalanannya seraya berkata : ‘Hai tua bangka...kalau engkau masih sayang nyawamu, serahkanlah tongkat itu kepadaku’.
Orang berjubah putih itu tersenyum arif dan ramah, dengan suara lembut dia berkata :’Anak Muda ...,bergunakah tongkat ini bagimu, sehingga engkau nampaknya sungguh-sunguh memintanya ?
‘Tentu saja berguna bagiku ‘ sahut Raden Said
‘Untuk apa semuda dirimu akan menggunakan tongkat..?’ tanya orang berjubah putih.
‘Hai orang tua jangan banyak berbelit, cepat serahkan tongkatmu yang bergagang emas itu, agar dapat segera kujual dan uangnya kubagi-bagikan pada fakir miskin’ sahut Raden Said geram.
Mendengar kata-kata Raden Said itu, orang berjubah putih alias Sunan Bonang tadi berkata : ‘Niatmu memang baik sekali, engkau hendak menolong orang-orang fakir miskin, tetapi sayang sekali jalan yang engkau tempuh sangat bertentangan dengan kebaikan niatmu sendiri. Kalau benar engkau ingin menolong fakir miskin, janganlah besedekah dari hasil yang haram. Karena ALLAH tidak akan menerima sedekah seseorang dari hasil yang haram, maka sia-sialah amal kebaikanmu itu.
Tetapi nasehat tersebut tidak didengar oleh Raden Said, yang mata hati dan angan-angannya sudah terpaku oleh gemerlapnya emas, Karena itulah tiba-tiba saja Raden Said segera merebut tongkat tadi dan Sunan Bonang pun terjatuh tersungkur ke tanah. Dengan penuh perhatian Raden Said mengamati tongkat itu. Gagang tongkat yang tadinya nampak terbuat dari emas, ternyata berubah sebagaimana aslinya yaitu hanya tongkat kayu biasa.Pelan-pelan Sunan Bonang bangun dari tempatnya terjatuh dan dibantu oleh Raden Said. Raden Said yang masih tertegun dengan tongkat itu, tiba-tiba berkata :’ jangan khawatir pak tua, ini tongkatmu aku kembalikan’.
‘Saya tidak menangisi tongkat yang engkau ambil itu, tetapi lihatlah digenggaman tanganku ini terdapat makhluq ALLAH yang tak bersalah berupa rumput.Kata Sunan Bonang sambil menunjukkan rumput dalam genggamannya. Aku menyesal dan merasa berdosa, tanpa sengaja berbuat dholim karena tercabut ini dengan sia-sia, kecuali kuperuntukkan makanan ternak, akan terbebas dari dosa’.
Rupa-rupanya Raden Said mulai menyadari, dia sudah mendengarkan ucapan-ucapan Sunan Bonang dengan menundukkan kepala.
‘Kenapa engkau berlaku sekejam ini terhadap sesama ?’ tanya Sunan Bonang.
‘Maafkan aku pak tua, semua ini kulakukan karena menginginkan harta dan kubagi-bagikan kepada fakir miskin Sahut Raden Said.
Kalau benar-benar demikian keinginanmu, itulah harta halal dan ambillah semuanya..Ujar Sunan Bonang , sambil menunjuk buah aren di dekatnya.Seketika itu juga batang, daun dan buah aren tadi berubah menjadi emas, semuanya nampak gemerlapan keemas-emasan.Melihat kejadian itu Raden Said tercengang, kemudian mendekati dan memanjatnya. Baru sampai di pertengahan dia memanjat, tiba-tiba buah-buah aren yang berwujud emas itupun berguguran mengenai kepalanya. Raden Said pun terjatuh dan tak sadarkan diri.
Sesaat setelah Raden Said tak sadarkan diri dari pingsannya barulah mengerti bahwa orang berjubah putih yang baru saja dihadapi itu bukanlah manusia sembarangan, pasti orang berilmu tinggi dari golongan ulama’ atau Waliyullah.Saat itu pula Raden Said berubah ingin berguru kepadanya. Pandangannya dibuang ke sekitar tempat itu, namun orang tua yang berjubah putih tadi sudah tidak tampak lagi.Maka saat itulah Raden Said segera bangkit dan kebingungan berusaha untuk mencari dimana orang itu berada. Tak lama kemudian dari kejauhan nampaklah orang berjubah putih tadi dalam keadaan berjalan dengan tenangnya.
Dengan susah payah, Raden Said berusaha menyusul Sunan Bonang, dan baru dapat menyusul Sunan Bonang ketika sampai di tepian sungai.Dihadapan Sunan Bonang Raden Said bertekuk lutut seraya memohon maaf dan menyatakan ingin menjadi muridnya.Menjadi muridku..? Tanya Sunan Bonang. Apa yang kau harapkan dariku..? Apakah engkau hanya ingin belajar membuat emas..?, ‘Tidak .. saya benar-benar ingin belajar dan memperdalam ilmu-ilmu agama kepada Tuan’ Jawab Raden Said.
‘Baiklah kalau engkau memaksa dan sungguh-sungguh, Syarat pertama adalah menunggu tongkat ini hingga aku kembali’ kata Sunan Bonang sambil menancapkan tongkatnya di tepi sungai itu.
Raden Said menyatakan kesanggupannya, dan Sunan Bonang pun melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa bulan kemudian Sunang Bonang terlupa kepada Raden Said yang sedang menunggu tongkatnya di tepi sungai itu. Dan pada suatu saat Sunan Bonang baru teringat kembali kepada orang yang sedang diberi tugas untuk menunggu tongkatnya. Maka Sunan Bonang pun ingin segera menemui Raden Said dan apakah masih tetap setia menunggu tongkat tersebut.
Sunan Bonang pun tiba, sambil terkejut menyaksikan hal yang tak pernah disangka-sangkanya itu. Ternyata Raden Said benar-benar setia menunggu tongkatnya. Karena sudah berbulan-bulan, bahkan ada yang mengatakan bertahun-tahun Raden Said duduk bersila seperti bersemedi, sampai banyak akar belukar yang menjalari ke seluruh tubuhnya.
Setelah dibangunkan oleh Sunan Bonang, Raden Said terbangun, kemudian Raden Said diajak ke Tuban tempat tinggal Sunan Bonang. Disanalah Raden Said mulai belajar berbagai macam ilmu pengetauhan agama yang dibimbing langsung oleh Sunan Bonang, dengan kesungguhan yang didorong keluhuran cita-citanya, akhirnya Raden Said dapat mewarisi seluruh ilmu dari Sunan Bonang.
Setelah selesai belajar di Sunan Bonang, Raden Said meneruskan belajarnya ke Sunan Ampel tentu atas saran dari Sunan Bonang dan dilanjutkan lagi belajar kepada Syaikh Sutabaris di Palembang. Di itu juga asal muasal dari sebutan Sunan Kalijaga yang diartikan Penjaga Kali atau Sungai.
Next artikel ialah Peninggalan-peninggalan Sunan KaliJaga ,,see you
0 komentar:
Posting Komentar